BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998, bangsa Indonesia telah maju selangkah lagi menuju era keterbukaan.
Dalam era keterbukaan ini, masyarakat semakin menyadari hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dan
lebih dapat menyampaikan
aspirasi yang
berkembang yang salah
satunya
perbaikan terhadap sistem pengelolaan keuangan pada badan-badan pemerintah.
Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan
mendasar dengan ditetapkannya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan lebih
luas kepada pemerintah daerah. Kewenangan
dimaksud
diantaranya adalah keleluasaan dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.
Di sisi lain tuntutan transparansi
dan
akuntabilitas
dalam sistem pemerintah
semakin meningkat pada era reformasi saat ini, tidak terkecuali transparansi dalam
pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah. Transparansi
dapat diartikan sebagai
suatu situasi dimana masyarakat dapat mengetahui dengan jelas semua kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam menjalankan fungsinya
beserta sumber daya yang digunakan. Sedangkan akuntabilitas dapat
diartikan sebagai bentuk kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan
pelaksanaan misi untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pemerintah Daerah diwajibkan
menyusun
laporan pertanggungjawaban yang menggunakan sistem akuntansi yang diatur
oleh pemerintah pusat dalam bentuk Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang bersifat mengikat seluruh
Pemerintah Daerah. Dalam Sistem Pemerintah
Daerah terdapat 2 subsistem, yaitu Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Laporan Keuangan SKPD merupakan sumber untuk menyusun Laporan Keuangan SKPKD,
oleh karena itu
setiap SKPD harus menyusun Laporan Keuangan sebaik mungkin.
Transparansi atau akuntabilitas dapat diterangkan
melalui Teori Keagenan (Agency Theory). Dalam teori keagenan disebutkan bahwa senantiasa terdapat perbedaan kepentingan
antara
principal
dan agen.
Masyarakat
merupakan
principal yang memiliki hak sepenuhnya atas sejumlah sumber daya yang
digunakan oleh pemerintah. Sedangkan pemerintah berfungsi
sebagai agen yang mengemban amanah
untuk memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya
tersebut untuk kemaslahatan bersama. Oleh karena itu principal perlu mengetahui dan
mengendalikan
tindakan agen
agar
tetap sejalan
dengan
kepentingan principal.
Oleh sebab itu akuntansi
keuangan
daerah memegang peranan penting dalam perbaikan manajemen keuangan
daerah. Sebagaimana kita ketahui akuntansi keungan daerah
berfungsi menghasilkan output berupa laporan
keuangan yang akan menjadi dasar bagi penilaian
kinerja pemerintah itu sendiri
maupun oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemerintah daerah
(stakeholders pemerintah daerah).
Selama
ini pelaporan keuangan pemerintah, baik di pusat
maupun
di daerah terkesan belum memenuhi kebutuhan
informasi pemakaianya. Kurangnya
informasi yang dihasilkan mengakibatkan pemerintah tidak mempunyai
manajerial yang baik dan tidak bisa mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas yang sesuai dengan harapan masyarakat dan stokeholders lainnya.
Hal ini terjadi karena pengelolaan keuangan
pemerintah selama ini masih mengadopsi Indsche Comtabiliteitswet (ICW) yang diwarisi dari kolonial Belanda. Metode lama ini menggunakan sistem tata buku tunggal (single entry) dengan basis kas (cash basis) sehingga lebih tepat disebut pembukuan yang
hanya bagian kecil dari akuntansi. Penggunaan
metode pencatatan single entry kurang bagus
untunk pelaporan (kurang
memudahkan penyusunan
laporan) dan sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi serta membuat laporan keuangan
yang dihasilkan sulit diperiksa kebenarannya (tidak auditable).
Dalam rangka melanjutkan reformasi dibidang
pengelolaan keuangan
daerah. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 Tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. PP ini
menginstruksikan
pemerintah daerah agar segera menyusun dan menerapkan
sistem akuntansi untuk mencatat dan melaporkan transaksi keuangannya. PP ini selanjutnya terus diperbaharui dengan di keluarkannya
PP
No. 58 tahun 2005
tentang pengelolaan keuangan daerah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga telah menerbitkan Peraturan No. 13 Tahun
2006 yang
memuat pedoman
pengelolaan keuangan daerah.
Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dengan
peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem
Akuntansi
Pemerintahan. Pedoman umum Sistem Akuntansi
Pemerintahan diatur
dengan Peraturan
Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri. Salah satunya adalah Permendagri No. 13 Tahun 2006.
Permendagri No. 13 tahun 2006 ini merupakan penyempurnaan
dari
Kepmendagri
No.
29
Tahun 2002 yang memuat pedoman
dalam penerapan Sistem Akuntansi Keungan Daerah (SAKD). SAKD merupakan penyempurnaan dari sistem pengelolaan keuangan daerah sebelumnya,
dimana SAKD sudah
menggunakan
metode pencatatan double entry dengan sistem akuntansi berbasis
kas
modifikasian yang mengarah kepada basis akrual (accrual
basis). Disamping itu
penerapan
SAKD juga ditempatkan
dalam upaya mencapai
komputerisasi
dalam organisasi pemerintah. Penerapan SAKD diharapkan akan menghasilkan
catatan dan laporan atas transaksi keuangan yang terjadi dalam organisasi (entitas)
pemerintah daerah menjadi lebih akurat, tepat dan komprehensif, sehingga dapat
memperbaiki kualitas keputusan yang diambil pemakai laporan keuangan
tersebut.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
29 Tahun 2002, pemerintah daerah sudah harus menerapkan SAKD
mulai tahun 2003. Keputusan ini di perkuat dengan keluarnya Permendagri No. 13 tahun 2006 yang kemudian disempurnakan dengan Permendagri No. 59 tahun 2007 yang memuat perubahan
atas Permendagri
No. 13 tahun 2006. Untuk menerapkan sistem ini diperlukan
tenaga staf keuangan yang mampu melaksanakan proses pencatatan akuntansi dan
mampu menyusun
format laporan
keuangan yang baru seperti sesuai yang diharapkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut .
Namun, penerapan SAKD bisa saja mengalami hambatan dan kendala akibat ketidaksesuaian
penerapan SAKD oleh aparat pemerintah daerah. Artikel- artikel yang
penulis baca banyak menyatakan bahwa penerapan SAKD belum
berlangsung
optimal sebagaimana yang diharapkan. penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Nofri Melsi (2006) yang berjudul Analisa Penerapan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Padang
Pariaman, menyimpulkan
bahwa penerapan
SAKD pada
pemda
kabupaten
pariaman berjalan cukup
baik dengan
skor rata-rata 74,12%.
Pada penelitian terdahulu ini analisanya dilakukan terhadap aparat pemda dengan menggunakan kuesioner.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan
di atas, Penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan SAKD ini pada
salah satu SKPD atau entitas akuntansi pada Pemda Kota Padang yaitu pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang. Penelitian ini penulis wujudkan dalam
sebuah skripsi yang berjudul “Analisa
Penerapan Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang”.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam menganalisa penerapan SAKD pada Badan Kepegawaian
Daerah
Kota
Padang ini, penelitian lebih di fokuskan
pada penerapan sistem akuntansi yang dimulai dari pencatatan bukti transaksi ke buku jurnal hingga penyusunan dan penyampaian laporan keuangan kepada stakeholders. Peneliti menganalisa
dari elemen laporan keuangan serta kegiatan dokumentasi
dan tata usaha
keuangan lainnya yang mendukung
penerapan SAKD berdasarkan Permendagri
No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007. Penerapan prosedur
pendukung SAKD seperti prosedur penerimaan dan pengeluaran kas, prosedur
akuntansi aset, prosedur akuntansi selain kas hanya dibahas sepintas saja.
1.3 Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah penerapan sistem akuntansi keuangan daerah
pada
Badan
Kepegawaian Daerah Kota Padang sudah sesuai dengan Permendagri No.
13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007?
2. Apakah
sistem pencatatan
dan basis akuntansi
keuangan
daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang sudah sesuai dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007?
3. Apakah penerapan siklus akuntansi
keuangan daerah pada Badan
Kepegawaian Daerah Kota Padang sudah sesuai dengan Permendagri No.
13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian a) Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui kesesuaian penerapan sistem akuntansi keuangan daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang dengan
Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbolehkah saya minta versi lengkapnya bu hanny. krn saya sudah coba cari di ruang baca akuntansi unand. ternyata skripsi ini sudah digudangkan dan tidak bisa di aksess lagi. (diam3rs@yahoo.com)
BalasHapusbolehkah saya minta versi lengkapnya bu hanny?? (r4chmat_02uh@yahoo.co.id)
BalasHapus