Rabu, 02 Januari 2013

ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998, bangsa Indonesia telah maju selangkah lagi menuju era keterbukaan. Dalam era keterbukaan ini, masyarakat semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan lebih  dapat  menyampaikan  aspirasi  yang  berkembang  yang  salah  satunya perbaikan terhadap sistem pengelolaan keuangan pada badan-badan pemerintah.

Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Kewenangan dimaksud diantaranya adalah keleluasaan dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

Di sisi lain tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemerintah semakin meningkat pada era reformasi saat ini, tidak terkecuali transparansi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah. Transparansi dapat diartikan sebagai suatu       situasi            dimana   masyarakat     dapat   mengetahui            dengan  jelas        semua kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam menjalankan fungsinya beserta sumber daya yang digunakan. Sedangkan akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi untuk mencapai tujuan atau sasaran



yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemerintah Daerah diwajibkan menyusun laporan pertanggungjawaban yang menggunakan sistem akuntansi yang diatur oleh pemerintah pusat dalam bentuk Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang bersifat mengikat seluruh Pemerintah Daerah. Dalam Sistem Pemerintah Daerah terdapat 2 subsistem, yaitu Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Laporan Keuangan SKPD merupakan sumber untuk menyusun Laporan Keuangan SKPKD, oleh karena itu setiap SKPD harus menyusun Laporan Keuangan sebaik mungkin.

Transparansi atau akuntabilitas dapat diterangkan melalui Teori Keagenan (Agency Theory). Dalam teori keagenan disebutkan bahwa senantiasa terdapat perbedaan  kepentingan  antara   principal   dan   agen.   Masyarakat  merupakan principal yang memiliki hak sepenuhnya atas sejumlah sumber daya yang digunakan oleh pemerintah. Sedangkan pemerintah berfungsi sebagai agen yang mengemban  amanah  untuk  memanfaatkan  dan  mendayagunakan sumber daya tersebut untuk kemaslahatan bersama. Oleh karena itu principal perlu mengetahui dan  mengendalikan  tindakan  agen  agar  tetap   sejalan  dengan  kepentingan principal.
Oleh sebab itu akuntansi keuangan daerah memegang peranan penting dalam   perbaikan   manajemen   keuangan   daerah.   Sebagaimana   kita   ketahui akuntansi   keungan   daerah   berfungsi   menghasilkan   output   berupa   laporan keuangan yang akan menjadi dasar bagi penilaian kinerja pemerintah itu sendiri maupun oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemerintah daerah (stakeholders pemerintah daerah).



Selama  ini  pelaporan  keuangan  pemerintah,  baik  di  pusat  maupun  di daerah terkesan belum memenuhi kebutuhan informasi pemakaianya. Kurangnya informasi      yang dihasilkan        mengakibatkan                   pemerintah              tidak                    mempunyai manajerial yang baik dan tidak bisa mewujudkan transparansi dan akuntabilitas yang sesuai dengan harapan masyarakat dan stokeholders lainnya.
Hal ini terjadi karena pengelolaan keuangan pemerintah selama ini masih mengadopsi Indsche Comtabiliteitswet (ICW) yang diwarisi dari kolonial Belanda. Metode lama ini menggunakan sistem tata buku tunggal (single entry) dengan basis kas (cash basis) sehingga lebih tepat disebut pembukuan yang hanya bagian kecil dari akuntansi. Penggunaan metode pencatatan single entry kurang bagus untunk pelaporan (kurang memudahkan penyusunan laporan) dan sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi serta membuat laporan keuangan yang dihasilkan sulit diperiksa kebenarannya (tidak auditable).
Dalam rangka melanjutkan reformasi dibidang pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 Tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.  PP ini menginstruksikan pemerintah daerah agar segera menyusun dan menerapkan sistem akuntansi untuk mencatat dan melaporkan transaksi keuangannya. PP ini selanjutnya terus diperbaharui dengan di keluarkannya PP No. 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga telah menerbitkan Peraturan No. 13 Tahun 2006 yang memuat pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem



Akuntansi Pemerintahan. Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Salah satunya adalah Permendagri No. 13 Tahun 2006.
Permendagri No. 13 tahun 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Kepmendagri  No.  29  Tahun  2002  yang  memuat  pedoman  dalam  penerapan Sistem Akuntansi Keungan Daerah (SAKD). SAKD merupakan penyempurnaan dari sistem pengelolaan keuangan daerah sebelumnya, dimana SAKD sudah menggunakan metode pencatatan double entry dengan sistem akuntansi berbasis kas modifikasian yang mengarah kepada basis akrual (accrual basis). Disamping itu  penerapan  SAKD  juga  ditempatkan  dalam  upaya  mencapai  komputerisasi dalam organisasi pemerintah. Penerapan SAKD diharapkan akan menghasilkan catatan dan laporan atas transaksi keuangan yang terjadi dalam organisasi (entitas) pemerintah daerah menjadi lebih akurat, tepat dan komprehensif, sehingga dapat memperbaiki   kualitas   keputusan   yang   diambil   pemakai   laporan   keuangan tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, pemerintah daerah sudah harus menerapkan SAKD mulai tahun 2003. Keputusan ini di perkuat dengan keluarnya Permendagri No. 13 tahun 2006 yang kemudian disempurnakan dengan Permendagri No. 59 tahun 2007 yang memuat perubahan atas Permendagri No. 13 tahun 2006. Untuk menerapkan sistem ini diperlukan tenaga staf keuangan yang mampu melaksanakan proses pencatatan akuntansi dan mampu menyusun format laporan keuangan yang baru seperti sesuai yang diharapkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut .



Namun, penerapan SAKD bisa saja mengalami hambatan dan kendala akibat ketidaksesuaian penerapan SAKD oleh aparat pemerintah daerah. Artikel- artikel yang penulis baca banyak menyatakan bahwa penerapan SAKD belum berlangsung optimal sebagaimana yang diharapkan. penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nofri Melsi (2006) yang berjudul Analisa Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman,           menyimpulkan  bahwa  penerapan  SAKD  pada  pemda  kabupaten pariaman berjalan cukup baik dengan skor rata-rata 74,12%. Pada penelitian terdahulu ini analisanya dilakukan terhadap aparat pemda dengan menggunakan kuesioner.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan SAKD ini pada salah satu SKPD atau entitas akuntansi pada Pemda Kota Padang yaitu pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang. Penelitian ini penulis wujudkan dalam sebuah skripsi yang berjudul Analisa Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang”.



1.2 Pembatasan Masalah

Dalam menganalisa penerapan SAKD pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang ini, penelitian lebih di fokuskan pada penerapan sistem akuntansi yang dimulai dari pencatatan bukti transaksi ke buku jurnal hingga penyusunan dan penyampaian laporan keuangan kepada stakeholders. Peneliti menganalisa dari  elemen  laporan  keuangan  serta  kegiatan  dokumentasi  dan  tata  usaha keuangan lainnya yang mendukung penerapan SAKD berdasarkan Permendagri



No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007. Penerapan prosedur pendukung SAKD seperti prosedur penerimaan dan pengeluaran kas, prosedur akuntansi aset, prosedur akuntansi selain kas hanya dibahas sepintas saja.



1.3 Perumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1.  Apakah   penerapan   sistem   akuntansi   keuangan   daerah   pada   Badan

Kepegawaian Daerah Kota Padang sudah sesuai dengan Permendagri No.

13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007?

2.  Apakah  sistem  pencatatan  dan  basis  akuntansi  keuangan  daerah  pada Badan     Kepegawaian              Daerah              Kota        Padang               sudah    sesuai    dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007?
3.  Apakah   penerapan   siklus   akuntansi   keuangan   daerah   pada   Badan

Kepegawaian Daerah Kota Padang sudah sesuai dengan Permendagri No.

13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007?




1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian a)  Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1)    Untuk mengetahui kesesuaian penerapan sistem akuntansi keuangan daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan No. 59 Tahun 2007.