Rabu, 26 Desember 2012

PARAGRAF KALIMAT EFEKTIF DAN KALIMAT TIDAK EFEKTIF


PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis serta dapat diterima maksudnya atau arti serta tujuannya seperti yang di maksud penulis atau pembicara. Kalimat efektif juga merupakan kalimat yang padat, singkat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi secara tepat.
·         Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
·         Singkat : berarti hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
·         Tepat : berarti sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.

Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis.


v SYARAT-SYARAT KALIMAT EFEKTIF
1. KESATUAN GAGASAN
Kesatuan gagasan adalah terdapatnya satu ide pokok dalam sebuah kalimat. Kesatuan gagasan memiliki subyek, predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesatuan tunggal.
Contoh:
Berdasarkan agenda sekretaris manajer personalia akan memberi pengarahan kepada pegawai baru.

2. KEPARALELAN ATAU KESEJAJARAN
Keparalelan atau kesejajaran bentuk adalah terdapatnya unsur-unsur yang sama derajatnya, sama pola atau susunan kata dan frasa yang dipakai di dalam kalimat. Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Bila bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk kedua dan seterusnya juga harus menggunakan nomina. Maksudnya jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Contoh: Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.

Kalimat itu harus diubah menjadi :
1. Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan
2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.

3. KEHEMATAN
Kehematan adalah upaya menghindari pemakaian kata yang tidak perlu, sehingga kata dalam sebuah kalimat menjadi lebih padat dan berisi. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Menghemat kata dapat dilakukan dengan cara:
Ø  Menghilangkan pengulangan subyek.
Contoh : Karena ia tak diundang, dia tidak datang ke pesta itu.
Mestinya menggilangkan kata ia.
Ø  Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
Contoh: Mira adalah gadis yang memakai baju warna merah.
Mestinya menggilangkan kata warna.
Ø  Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
Contoh:  Jangan naik ke atas karena licin.
Mestinya menghilangkan kata ke atas.
Ø  Kehematan dengan tidak menjamakkan kata yang sudah jamak.
Contoh : Ia mengambil semua jeruk-jeruk yang masih ada di meja.


4. PENEKANAN
Penekanan merupakan perlakuan khusus pada kata tertentu dalam kalimat sehingga berpengaruh terhadap makna kalimat secara keseluruhan. Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan.
Ada beberapa cara penekanan dalam kalimat:
Ø  Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
Contoh :
1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
Ø  Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.
3. Bisakah dia menyelesaikannya?
Ø  Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
Ø  Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
1. Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
2. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5.KEVARIASIAN
Untuk menghindari kebosanan dan keletihan saat membaca, diperlukan variasi dalam teks. Ada kalimat yang dimulai dengan subyek, predikat atau keterangan. Ada kalimat yang pendek dan panjang.

a). Cara memulai
Subyek pada awal kalimat.
Dengan adanya subyek pada awal kalimat, maka kalimat-kalimat akan berubah nadanya.
-         Untuk menyatakan kepastian digunakan kata: pasti, pernah, tentu, sering, jarang, kerapkali, dan sebagainya.
-        Untuk menyatakan ketidakpastian digunakan : mungkin, barangkali, kira-kira, rasanya, tampaknya, dan sebagainya.
-         Untuk menyatakan kesungguhan digunakan: sebenarnya, sesungguhnya, sebetulnya, benar, dan sebagainya.
b). Panjang-pendek kalimat.
Tidak selalu kalimat pendek mencerminkan kalimat yang baik atau efektif, kalimat panjang tidak selalu rumit. Akan sangat tidak menyenangkan bila membaca karangan yang terdiri dari kalimat yang seluruhnya pendek-pendek atau panjang-panjang. Dengan menggabung beberapa kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk setara terasa hubungan antara kalimat menjadi lebih jelas, lebih mudah dipahami sehingga keseluruhan paragraf merupakan kesatuan yang utuh.

c). Jenis kalimat.
Biasanya dalam menulis, orang cenderung menyatakannya dalam wujud kalimat berita. Hal ini wajar karena dalam kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu tentang sesuatu. Dengan demikian, semua yang bersifat memberi informasi dinyatakan dengan kalimat berita. Tapi, hal ini tidak berarti bahwa dalam rangka memberi informasi, kalimat tanya atau kalimat perintah tidak dipergunakan, justru variasi dari ketiganya akan memberikan penyegaran dalam karangan.

d). Kalimat aktif dan pasif.
Selain pola inversi, panjang-pendek kalimat, kalimat majemuk dan setara, maka pada kalimat aktif dan pasif dapat membuat tulisan menjadi bervariasi.

e). Kalimat langsung dan tidak langsung.
Biasanya yang dinyatakan dalam kalimat langsung ini adalah ucapan-ucapan yang bersifat ekspresif. Tujuannya tentu saja untuk menghidupkan paragraf. Kalimat langsung dapat diambil dari hasil wawancara, ceramah, pidato, atau mengutip pendapat seseorang dari buku.
6.KELOGISAN
Kelogisan maksudnya bahwa suatu kalimat harus mudah dipahami dan penulisannya harus sesuai dengan ejaan yang berlaku. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh : Waktu dan tempat saya persilakan. 
Kalimat diatas tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;
Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.


v PENYEBAB KALIMAT TIDAK EFEKTIF
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif. Banyak hal yang menyebabkan kalimat tidak efektif, yaitu makna yang tidak logis, bentuk kata yang tidak sejajar, menggunakan subjek ganda, bentuk jamak yang di ulang, penggunaan kata depan yang tidak perlu, salah nalar, pengaruh bahasa daerah atau bahasa asing, dan kontaminasi atau keracunan. Berikut ini mari kita bahas satu per satu mengenai penyebab kalimat menjadi tidak efektif :

1.     Makna tidak logis
Contoh:
- Saya saling bertatapan (tidak efektif).
- Kami saling bertatapan (efektif).

2.    Bentuk kata tidak sejajar
Contoh:
- Kiki menonton film itu karena diketahui bahwa film tersebut bagus (tidak efektif ).
- Kiki menonton film itu karena mengetahui bahwa film tersebut bagus (efektif ).

3.     Menggunakan subjek ganda
 Contoh:
- Novel itu saya sudah baca (tidak efektif).
- Saya sudah membaca novel itu (efektif).

4.    Bentuk jamak yang diulang
Contoh:
- Para hadirin dimohon berdiri (tidak efektif).
- Hadirin kami mohon berdiri (efektif).

5.    Penggunaan kata depan yang tidak perlu
Contoh:
- Kepada siswa kelas VII-A dimohon berkumpul di aula (tidak efektif).
- Siswa kelas VII-A dimohon berkumpul di aula (efektif).

6.    Salah nalar
Contoh:
- Waktu dan tempat kami persilahkan (tidak efektif).
- Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium (efektif).
- Mobil Pak Ivan mau dijual (tidak efektif).
- Mobil Pak Ivan akan dijual (efektif).

7.     Pengaruh bahasa daerah atau bahasa asing
Contoh:
- Para tamu undangan sudah pada hadir (tidak efektif).
- Tamu undangan sudah hadir (efektif).

8.    Kontaminasi/keracunan
Contoh:
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi sangat baik sekali (tidak efektif).
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi baik sekali (efektif).
- Nilai ulangan bahasa Inggris Aldi sangat baik (efektif).


Rabu, 19 Desember 2012

Menghubungkan Perhitungan Biaya Berbasis Aktivitas dengan Analisis Profitabilitas Pelanggan






Biaya berbasis aktivitas atau Activity Based Costing (ABC) merupakan sistem penentuan biaya yang membebankan biaya ke objek biaya seperti produk atau jasa berdasarkan aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya. Aktivitas disini dapat berupa kejadian, tugas, atau unit kerja yang memiliki tujuan tertentu. Jadi, dengan sistem ABC biaya akan dihitung pada masing-masing aktivitas dan dibebankan ke objek biaya berdasarkan konsumsi dari aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk atau jasa.
ABC memusatkan perhatiannya pada biaya tidak langsung (indirect cost). Hal ini karena biaya tidak langsung merupakan biaya yang sulit untuk ditelusuri terhadap objek biaya. Dasar yang dipakai untuk mengalokasikan biaya tidak langsung tersebut disebutdrivers. Sebuah driver sumber daya (resource driver) adalah sebuah dasar yang dipakai untuk mengalokasikan biaya sumber daya ke aktivitas-aktivitas yang berbeda. Driver aktivitas (activity driver) adalah sebuah dasar yang dipakai untuk mengalokasikan biaya aktivitas ke produk, pelanggan, atau objek biaya akhir.
ABC sangat berguna, karena dapat memberikan wawasan yang sangat berarti bagi manajemen, terutama berkaitan dengan penentuan harga yang pantas berdasarkan spesifikasi produk yang dihasilkan perusahaan, sehingga penghematan dapat terjadi karena pengurangan kompleksitas.
Tujuan penerapan ABC didalam sebuah perusahaan adalah untuk meningkatkan akurasi nilai yang dialokasikan kedalam sebuah produk. Dengan ABC ini pembebanan / pengalokasian biaya kedalam produk akan menjadi lebih jelas dan lebih adil (fair). ABC akan sangat berguna didalam sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam produk dengan menggunakan fasilitas bersama-sama. ABC tidak bermanfat jika diterapkan didalam perusahaan yang melakukan proses produksi masal (misalnya pabrik tahu memproduksi tahu)
Tahapan dalam Merancang ABC
1.      Mengidentifikasi Objek Biaya yang Dipilih
Tahap pertama dalam merancang ABC adalah mengidentifikasi objek biaya. Objek biaya disini bisa berupa produk atau jasa, pelanggan, dan lain sebagainya.
2.      Mengidentifikasi Biaya dan Aktivitas
Selanjutnya perlu untuk mengidentifikasi biaya dan aktivitas. Proses identifikasi biaya terdiri dari identifikasi biaya langsung dan tidak langsung yang terkait dengen objek biaya yang dipilih. Biaya-biaya tersebut dapat diperoleh dari rekening buku besar atau bagan rekening yang perusahaan miliki.
3.      Membebankan Biaya Tidak Langsung ke Aktivitas
Setelah dilakukan identifikasi biaya dan analisis aktivitas, biaya-biaya tidak langsung dialokasikan ke pusat biaya aktivitas dengan menggunakan driver sumber daya (resources driver). Sehingga biaya-biaya tidak langsung tersebut akan dikelompokan atau dipusatkan dalam pusat biaya aktivitas.
4.      Membebankan Biaya Aktivitas ke Objek Biaya
Setelah biaya-biaya tidak langsung dikelompokan atau dipusatkan dalam pusat biaya aktivitas, selanjutnya pusat biaya aktivitas tersebut dibebankan ke objek biaya yang dipilih menggunakan driver aktivitas (activity driver).
5.      Menghitung Jumlah Biaya dari Objek Biaya dengan Menambahkan Biaya Langsung dan Tidak Langsung
Setelah membebankan biaya tidak langsung ke objek biaya, selanjutnya ditambahkan dengan biaya langsung untuk objek biaya tersebut sehingga diperoleh jumlah biaya untuk objek biaya yang dihitung

Customer Profitability Analysis
Customer Profitability adalah cara cermat untuk memberikan pelayanan kepada konsumen dengan memperhatikan untung rugi perusahaan. Analisanya disebut sebagai customer profitability analysis. Dalam analisa ini dihitung revenue (pendapatan) yang dilakukan oleh seorang customer sepanjang dia menjadi pelanggan produk perusahaan itu (lifetime value of customer). Kemudian estimasi revenue ini dibandingkan dengan biaya akuisisi (customer acquisition cost) dan juga biaya pemeliharaan supaya pelanggan loyal (maintenance cost). Jika potensi revenue lebih tinggi, berarti pelanggan itu menguntungkan. Namun jika lebih rendah, maka pelanggan itu tidak memberikan sumbangan profit bagi perusahaan.
Analisa Customer Profitability memberikan informasi yang penting bagi perusahaan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Analisa ini akan membantu anda menentukan:
Ø  Berapa banyak pelanggan anda yang menguntungkan bagi perusahaan
Ø  Seberapa tergantungnnya perusahaan anda terhadap pelanggan yang menguntungkan tersebut
Ø  Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk pelanggan yang menguntungkan tersebut
Ø  Biaya untuk melayani pelanggan tersebut termasuk iklan, maketing, administrasi dan layanan after sales
Ø  Pelanggan yang mana yang menjadi target dari kompetitor anda

Dengan CPA perusahaan bisa menganalisa kemungkinan profitabilitas pelanggan menjadi lebih relevan untuk pelayanan, selain itu CPA juga penting untuk mengetahui profitabilitas pelanggan melalui identifikasi biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan jenis pelanggan atau pelanggan spesifik untuk mampu meningkatkan suatu profitabilitas keseluruhan.
Dan untuk memperbaiki semua itu perusahaan bisa menganalisa mana profit yang mrnguntungkan dan tidak menguntungkan bagi perusahaan yang dimana profit yang tidak menguntungkan bisa menguntungkan bagi perusahaan dengan menjalin komunikasi yang lebih baik kepada customer, menampung aspirasi customer (kritik dan saran) menjadi feedback bagi perusahaan, dengan adanya kritik dan saran maka perusahaan bisa memperbaiki apa saja kekurangan yang ada dalam perusahaan tersebut sehingga dapat lebih dalam memuaskan pelanggan, selain itu bisa menciptakan produk-produk yang lebih berkualitas yang bisa memuaskan para pelanggan, kemudian dari segi harga juga masuk dalam semua kalangan.
Dalam analisis profitabilitas pelanggan ini dihitung revenue (pendapatan) yang dilakukan oleh seorang customer sepanjang dia menjadi pelanggan produk perusahaan itu (lifetime value of customer). Kemudian estimasi revenue ini dibandingkan dengan biaya akuisisi (customer acquisition cost) dan juga biaya pemeliharaan supaya pelanggan loyal (maintenance cost). Jika potensi revenue lebih tinggi, berarti pelanggan itu menguntungkan. Namun jika lebih rendah, maka pelanggan itu tidak memberikan sumbangan profit bagi perusahaan.

Mulai 1 Januari 2014, PBB P2 Resmi ke Pemda



Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ada beberapa jenis yakni PBB Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Mulai 1 Januari 2014, dari 5 jenis PBB itu ada 2 jenis yang akan diserahkan kepada masing-masing Pemda yakni PBB Pedesaan dan Perkotaan atau dikenal dengan PBB P2.

PBB P2 ini akan menjadi pajak daerah yang dikelola oleh masing-masing kota/kabupaten, nantinya pajak-pajak daerah yang langsung dikelola oleh kabupaten/kota menjadi:
  1. Pajak Hotel,
  2. Pajak Restoran,
  3. Pajak Hiburan,
  4. Pajak Reklame,
  5. Pajak Penerangan Jalan,
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
  7. Pajak Parkir,
  8. Pajak Air Tanah,
  9. Pajak Sarang Burung Walet,
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (Mulai 1 Januari 2014)
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Nah,, untuk tahun depan (2013), sudah ada 105 daerah yang siap untuk mengelola PBB P2 ini, termasuk didalamnya adalah Kabupaten Bekasi.

Sebagai gambaran, pelayanan PBB terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah pendaftaran Obyek Pajak Baru, Mutasi data, keberatan, pengurangan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran dan layanan lain-lain. Nah, mulai 1 Januari 2013,pelayananan seperti tersebut diatas telah diserahkan kepada pemda Kabupaten Bekasi.

Dalam masa transisi yakni di bulan Desember 2012 ini, berkas permohonan atau pengurusan administrasi dan pelayanan PBB Pedesaan dan Perkotaan yang sudah diterima oleh kantor pajak di Kabupaten Bekasi (Yakni di Kantor Pajak Cikarang Utara, Cikarang Selatan dan Cibitung), berkasnya akan diteruskan kepada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset yang beralamat di Komplek Pemda di Deltamas Cikarang Pusat untuk diselesaikan disana.

ANALISIS HUBUNGAN BIAYA , VOLUME , DAN LABA



Analisis Biaya –Volume Laba (Analisis Titik Impas)

Yakni merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menghitung dampak perubahan harga jual, volume penjualan, dan biaya terhadap laba untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek.

Dengan Analisis Biaya-Volume Laba perusahaan dapat mengambil kebijakan atau langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka untuk mencapai perolehan laba yang diharapkan.

Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi Laba :

(1) Volume produk yang dijual, berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa tersebut.
(2) Harga jual produk,atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan.
(3) Biaya produksi, adalah biaya yang timbul dari perolehan atau untuk pengolahan suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.

Anggapan yang Mendasari Analisis Titik Impas

1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisaran volume yang dipakai dalam perhitungan impas, sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan.

2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya, volume dan laba.

3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume- laba.

4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku dan tarif upah menyimpang terlalu jauh dibanding dengan data yang dipakai sebagai dasar perhitungan impas, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya, volume laba.

5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.

6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.

7. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah.

Impas :

Pehitungan dengan Pendekatan Teknis Persamaan
Yakni : y = cx – bx – a , dengan ketentuan : y = laba ; c = harga jual/sa tuan ; b = biaya variabel per satuan ; x = jumlah produk yang dijual dan a = biaya tetap.

Dalam keadaan impas , laba = 0 . Sehingga dapat dibuat suatu persamaan yakni sebagai berikut :

0 = cx – bx – a ® cx = bx + a , sehingga : cx – bx = a
dan a = (c – b)x . Jadi dapat ditentukan x = a/(c-b)

Sedangkan impas dalam rupiah dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : a / (1 – b/c) ® 1 – b/c adalah Contribution Margin Ratio

Diketahui :

1. Harga jual /unit : Rp. 8000
Biaya variabel/unit : Rp. 4800
Volume penjualan : 100.000 unit
Biaya Tetap : Rp. 256.000.000
Dari biaya tersebut biaya tunainya sebesar : Rp. 135.000.000

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui :

• Titik Impas : Rp. 256.000.000 / (8000 – 4800) = 80.000
• (unit)

• Titik Impas (Rp) : Rp. 256.000.000 / (1 – 4800/8000) = Rp. 640.000.000

• Margin of Safety : Jml Penjulan – Titik Impas
: (Rp. 8000 x 100.000) – Rp. 640.000.000 = Rp.160.000.000

• Margin of Safety adalah menunjukkan informasi berapa jumlah maksimum penurunan target pendapatan penjualan boleh terjadi, agar penurunan tersebut tidak mengakibatkan perusahaan menderita kerugian.

• Titik Penutupan Usaha (Shut Down Point )
Yakni merupakan titik pada penjualan berapa usaha perusahaan secara ekonomi tidak pantas untuk dilanjutkan.

Titik Penutupan Usaha = Biaya tunai / CMR = Rp. 135.000.000 / 40 % =
Rp. 337.500.000. Ini artinya bahwa pendapatan penjualan di bawah nilai tersebut secara ekonomis tidak pantas untuk dilanjutkan, karena pendapatan penjualan dibawah jumlah tersebut akan mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar biaya tunainya.

• Degree of Operating Leverage

Yakni menunjukkan % perubahan laba bersih sebagai dampak terjadinya sekian persen perubahan pendapatan penjualan.

Rumus = Laba kontribusi / Laba bersih
(Rp. 800.000.000 – 480.000.000)/Rp. 64.000.000 1) = 5 kali

Yang berarti setiap 1% kenaikan pendapatan penjualan akan mengakibat kan 5% kenaikan laba bersih.

2. Harga jual /unit : Rp. 30.000
Biaya variabel/unit : Rp. 16.500
Biaya Tetap : Rp. 148.500

Maka perhitungan impasnya :

Titik Impas : Rp. 148.500
(30.000 – 16.500) = 11 (unit)

Titik Impas (Rp) : Rp. 148.000
(1 – 16.500/30.000) = Rp. 330.000


Berdasarkan hasil contoh perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa agar perusahaan tidak menderita rugi, perusahaan harus menjual produksinya minimal sebanyak 11 unit atau senilai Rp. 330.000 .

BIAYA DIFERENSIAL



Beberapa persoalan yang dihadapi perusahaan dapat diselesaikan dengan mempergunakan dan memanfaatkan perbedaan prilaku di antara biaya-biaya yang dimiliki perusahaan. Salah satu metode yang di gunakan adalah dengan menggunakan analisis biaya diferensial.
Biaya Diferensial adalah berbagai perbedaan biaya di antara sejumlah alternatif pilihan yang dapat digunakan perusahaan.
Biaya diferensial atau biaya relevan sering pula disebut sebagai biaya marjinal atau biaya inkremental . Biaya diferensial merupakan berbagai macam kemungkinan yang dapat terjadi dan dapat digunakan perusahaan dalam menghitung biaya tang akan dikeluarkan perusahaan. Pada dasarnya biaya diferensial merupakan biaya tunai atau out-of-pocket cost, yaitu biaya yang memerlukan pengeluaran tunai saat ini atau pada masa mendatang yang harus terjadi apabila suatu proyek dilaksanakan atau diperluas sampai melebihi ukuran yang ditentukan semula.
Analisis biaya diferensial digunakan untuk menentukan kanaikan pendapatan, biaya, dan marjin laba sehubungan dengan beberapa kemungkinan cara untuk menggunakan fasilitas tetap atau kapasitas yang tersedia.
Dalam analisis biaya diferensial, biaya variabel sangat relevan karena lazimnya biaya variabel dapat dielakkan ketika proyek masih dalam tahap evaluasi dan tidak jadi dielakkan. Sebaliknya, biaya tetap biasanya tidak dapat dielakkan dalam kondisi apa pun, karena itu tidak relevan bagi setiap keputusan sehubungan dengan biaya atau profitabilitas relatif dari berbagai alternatif. Akan tetapi, jika biaya tetap terpaksa dinaikkan, misalnya karena keputusan untuk menyewa ruang tambahan, membeli fasilitas tambahan atau penyebab pengeluaran ekstra lainnya maka biaya tetap semacam itu dapat dikelompokkan sebagai biaya diferensial.
Karakteria Penting agar suatu jenis biaya dapat dikelompokkan sebagai biaya diferensial atau biaya relevan :
• Biaya tersebut merupakan biaya yang akan datang.
Biaya relevan bukanlah biaya yang telah dikeluarkan perusahaan di masa lalu atau biaya historis, tetapi merupakan biaya yang akan dikeluarkan perusahaan di masa mendatang.Karena itu sunk cost, yaitu biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah dengan keputusan apa pun, baik saat ini maupun yang akan datang tidak dapat dikelompokkan sebagai biaya relevan.
• Biaya tersebut berbeda di antara sejumlah alternatif.
Biaya yang akan dikeluarkan dimasa mendatang harus merupakan biaya yang berbeda di antara berbagai alternatif. Jika biaya yang akan dikeluarkan perusahaan di masa mendatang tidak memberikan perbedaan diantara berbagai alternatif yang ada maka biaya tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai biaya relevan, misalnya biaya depresiasi aktiva tetap untuk bulan depan dimana proyek akan dilaksanakan.
Manfaat Analisis Biaya Diferensial
Penggunaan biaya relevan di dalam penyelesain berbagai persoalan yang dihadapi perusahaan akan sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan perusahaan. Terdapat beberapa persoalan yang dapat diselesaikan dengan metode ini, antara lain meliputi :
1. Menerima pesanan tambahan,
2. Menurunkan harga pesanan khusus,
3. Keputusan untuk memproduksi sendiri atau membeli,
4. Keputusan untuk memproses lebih lanjut atau tidak.

PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA, PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


DASAR HUKUM

Undang-undang yang mengatur PPN dan PPn BM adalah UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No 42 tahun 2009. Undang-undang ini disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
BARANG KENA PAJAK (BKP)
  1. Pengertian
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Barang kena pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.
Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah :
  1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
  2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah.
  3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial.
  4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa :
  • Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
  • Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
  • Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
  1. Penggunaan atau hak mengguanakn film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio,
  2. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
  1. Pengecualian BKP
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut :
  1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
  2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
  3. Makanan dan minuman yang disajikan oleh hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
  4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
JASA KENA PAJAK
  1. Pengertian
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa kena pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.
  1. Pengecualian JKP
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut :
  1. Jasa pelayanan kesehatan medis
  2. Jasa di bidang pelayanan sosial
  3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
  4. Jasa keuangan
  5. Jasa asuransi
  6. Jasa di bidang keagamaan
  7. Jasa pendidikan
  8. Jasa kesenian dan hiburan
  9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
  10. Jasa angkutan umum di darat dan di air
  11. Jasa tenaga kerja
  12. Jasa perhotelan
  13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
  14. Jasa penyediaan tempat parkir
  15. Jasa telepon umum
  16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
  17. Jasa boga atau katering
PENGUSAHA KENA PAJAK
  1. Pengertian
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.
  1. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk :
  1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
  2. Memungut PPN dan PPn BM  yang terutang.
  3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
  4. Melaporkan penghitungan pajak.
  1. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai berikut :
  1. Pengusaha kecil
  2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak dikenakan PPN
  1. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil :
  1. Dilarang membuat faktur pajak
  2. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN
  3. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan
  4. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah ditentukan
OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PPN dikenakan atas :
  1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah :
  • Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
  • Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud
  • Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
  • Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
  1. Impor BKP
  2. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah :
  • Jasa yang diserahkan merupakan JKP
  • Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
  • Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
  1. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  2. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  3. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
  4. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
  5. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
  6. Penyerahan PKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)
Batasan suatu barang termasuk BKP yang tergolong mewah adalah :
  • Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
  • Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
  • Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
  • Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
PPn BM dikenakan atas :
  • Penyerahan BKP atas tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
  • Impor BKP yang tergolong mewah
PPn BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPn BM hanya dikenakan 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah.

DASAR PENGENAAN PAJAK
Untuk menghitung besarnya pajak PPN atau PPn BM yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
  1. Harga Jual
Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  1. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  1. Nilai Ekspor
Nilai ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
  1. Nilai Impor
Nilai impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPn BM.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut :
  1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual.
  2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.
  3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
  4. Untuk ekspor, yang mrnjadi DPP adalah nilai ekspor.
  5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300 matau lebih, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah  biaya yang dikeluarkan untuk membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah).
  6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
  7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
  8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata.
  9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
  10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
  11. Untuk BKP berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar.
  12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan atau penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan.
  13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli.
  14. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang.
  15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.
  16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yabg seharusnya ditagih.
TARIF PAJAK
  1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas :
  1. Ekspor BKP Berwujud
  2. Ekspor BKP Tidak Berwujud
  3. Ekspor JKP
  1. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Tarif PPn BM dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
MEKANISME PENGENAAN PPN
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
  2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
  3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas Negara.
  4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berkutnya.
  5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif  Pajak
CARA MENGHITUNG PPN

Contoh :
Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai BKP kepada Pengusaha Kena Pajak “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00. PPN yang terutang :
10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut merupakan pajak Masukan.
PPn BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
CARA MENGHITUNG PPn BM

Contoh :
PKP “ABC” sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual Rp. 10.000.000,00. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif  PPn BM sebesar 40%. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut :
PPN = 10% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPn BM = 40% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
SAAT TERUTANG PAJAK
Pajak terutang pada saat :
  1. Penyerahan BKP atau JKP
  2. Impor BKP
  3. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  4. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
  5. Ekspor BKP Berwujud
  6. Ekspor BKP Tidak Berwujud
  7. Ekspor JKP
  8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP.
TEMPAT TERUTANG PAJAK
  1. Untuk penyerahan BKP/JKP :
  1. Tempat tinggal
  2. Tempat kedudukan
  3. Tempat kegiatan usaha
  4. Tempat lain
  1. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha.
  3. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan.






DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Mardiasmo,MBA.,Ak..2011.Perpajakan(Edisi Revisi 2011).Penerbit Andi:Yogyakarta.
Waluyo.2009.Akuntansi Pajak(Edisi 2).Penerbit Salemba Empat:Jakarta.